Pengembangan Aplikasi Mobile di Indonesia: Kecil-Kecil Cabai Rawit

Jakarta kebanjiran, bukan berarti negara berkembang tidak boleh ikut meramaikan kancah Internasional dalam bidang teknologi. Ambil contoh mobil, akhir-akhir ini gencar diberitakan mobil listrik Pak Dahlan Iskan. Sebelumnya, mobil Kiat Esemka yang kental dengan JokoWi juga santer muncul di media. Bagaimana dengan aplikasi mobile? Indonesia pun tak mau ketinggalan.

Kawan Kuliah Jadi Rekan Kerja

Sudah banyak pengembang yang terjun ke ranah aplikasi mobile hingga saat ini. Walaupun kaum professional juga riuh meramaikan, Mayoritas dari pengembang adalah kawan di saat mereka masih di bangku kuliah yang kemudian menjadi rekan dalam pekerjaan. Sebagai contoh, Amagine Interactive, sebuah software house yang berbasis di jogja, pada mulanya digawangi oleh Dennis Adriansyah Ganda dan kawan-kawannya di sela kesibukan kuliah. Amagine Interactive termasuk pengembang yang terbilang produktif, di tengah aktivitas perkuliahan, mereka sudah mengunggah game-game mereka di Google Play dan sudah diunduh sampai ribuan kali.
Sebuah software house di bidang game yang berbasis di Bandung, Agate Studio, juga digawangi oleh mahasiswa-mahasiswa ITB pada awalnya. Namun Arief Widhiyasa, CEO dari Agate Studio, memutuskan untuk Drop Out dari kampusnya untuk lebih fokus mengembangkan software house yang dirintisnya. Setelah dua tahun berdiri, saat ini sudah terdapat 60 karyawan di sana dan tercatat 100 game sudah ditelurkan di Agate Studio.

Firefox OS

Di Indonesia, mayoritas developer bergerak pada platform iOS, Android, Windows Phone (WP), dan Nokia. Android dan iOS memang sudah lama muncul di pasar. Namun untuk platform baru seperti WP dan Nokia yang terbilang baru, Microsoft dan Nokia genjar melakukan promosi ke developer untuk ikut mengembangkan dengan basis platform mereka. Sejak 2010 Nokia Developer telah membina lebih dari 12.000 pengembang aplikasi lokal di Indonesia dan menghasilkan lebih dari 4.500 konten aplikasi lokal yang tersedia dan bisa diunduh di Nokia Store.
Setelah lama tak terdengar kabarnya, operating system khusus smartphone buatan Mozilla, Firefox OS mulai dikenalkan kepada publik. Kali ini, Indonesia akan dipilih sebagai tempat pelaksanaan Firefox OS App Days. Tak ayal, Firefox OS juga akan menjadi target selanjutnya bagi para developer Indonesia.

Berdakwah Lewat Aplikasi

Banyak sudah ragam aplikasi yang dikembangkan oleh developer lokal Indonesia. Diantaranya adalah mini games, kartu pos digital, chatting, sport tracker, news reader, hingga news stand. Bahkan ada pula aplikasi yang bisa membantu kita untuk memilih tempat makan seperti Toresto.

Ada hal lain yang ditawarkan oleh Bard Interactive. Software house yang bermarkaskan di Depok ini, lebih memfokuskan diri untuk berdakwah melalui aplikasi bikinannya. Tercatat mulai dari aplikasi Al-Quran sampai aplikasi evaluasi ibadah sudah mereka unggah di Google Play, menurut Andreas Senjaya, sang co-founder Badr Interactive. Mereka juga sedang mempersiapkan beberapa paket aplikasi untuk menyambut bulan Ramadhan.

Go International

Pengembangan aplikasi mobile termasuk salah satu bidang yang sangat menggiurkan. Kalau kita lihat analisis dari CCS Insight dan Distimo tentang aplikasi mobile di seluruh dunia, AppStore yang digawangi oleh Apple mencatat penghasilan per hari mencapai 3,34 juta dolar AS atau sekitar 30 milyar rupiah sehari. Sedangkan GooglePlay untuk Android, meraup 679 ribu dolar AS atau lebih dari 5 milyar rupiah. Bayangkan jika angka tersebut diakumulasikan hingga kurun waktu bulanan.
Untuk sukses dalam bidang aplikasi mobile ini, para developer diwajibkan untuk melirik dunia Internasional. Walaupun tingkat persaingan lebih besar, namun menawarkan peluang yang lebih besar pula. Menurut Miko Wendy, developer Baby Write di Nokia Store, pengunduh aplikasinya mayoritas justru datang dari India dan negara- negara lain yang menggunakan bahasa Inggris.

Terima Tawaran Proyek

Pada umumnya, perputaran roda bisnis aplikasi ini sangat dibantu oleh digital application distribution platform seperti Apple AppStore untuk iOS dan Google Play untuk android. Para developer merancang dan membangun aplikasi mereka untuk kemudian diunggah di AppStore atau Google Play yang akhirnya diunduh langsung oleh para pengguna. Developer mendapatkan profit dari aplikasi berbayar terunduh yang mereka buat setelah berbagi keuntungan dengan pihak distributor aplikasi seperti Apple dan Google. Makin banyak aplikasi diunduh, makin besar pendapatannya. Untuk aplikasi gratis, mereka masih bisa mendapatkan keuntungan dari klik iklan yang tertampil pada aplikasi mereka.
Namun, beberapa software house juga menerima pesanan dari klien. FlipBox Studio misalnya, mereka awalnya tidak terfokus pada mengembangkan aplikasi mereka sendiri, namun juga menerima pesanan dari klien untuk dibuatkan aplikasi. Tentu saja, software house yang berbasis di Depok ini akan mendapatkan profit dari sang klien.

Terlambat? Tidak Juga

Jagad aplikasi mobile akan berlari jauh lebih kencang dari mobil Tuxuci atau Kiat Esemka. Developer harus terus belajar dan belajar tentang teknologi baru yang muncul. Untuk para pemula, juga tidak ada kata terlambat untuk terjun ke jagad ini.
Semua developer bisa menggunakan Google untuk membantu mereka merealisasikan impian. Tapi impian menuntut kreativitas. Aplikasi yang banyak digunakan orang adalah aplikasi yang lahir dari kreativitas sang developer. Jikalau saya akan menggeluti jagad ini, mungkin saya akan berfokus pada aplikasi kesehatan. Aplikasi yang membantu masyarakat untuk tetap sehat dengan bantuan ponselnya. Misalnya, kalkulator kalori, kamus makanan sehat, pengukur detak jantung, dan sebagainya.

Artikel ini juga bisa diunduh dalam bentuk pdf, di sini.

01. December 2013 by gdputra
Categories: Artikel, Cerita | Tags: , , | Comments Off on Pengembangan Aplikasi Mobile di Indonesia: Kecil-Kecil Cabai Rawit